Sabtu, 05 November 2011

SHEDING (BERGANTI KULIT)

 

Seperti kita tahu, seiring dengan pertumbuhannya, pada umumnya jenis Reptil akan berganti kulit (sheding) secara berkala pada masa-masa tertentu untuk meremajakan lapisan kulit lamanya yg sudah rusak/mati, dan berganti dengan sel kulit baru.

Tanda-tanda dan siklus sheding khususnya pada ular adalah sebagai berikut:

1. Kulit berangsur-angsur menjadi buram

2. Mata juga berangsur-angsur menjadi buram/berkabut, sampai akhirnya terselimuti selaput berwarna putih buram (milky eyes)

3. Mata berangsur-angsur menjadi jernih kembali

4. Kulit berangsur-angsur menjadi cerah kembali

5. Lapisan kulit lama mengelupas, sampai akhirnya terlihatlah kulit barunya yg terlihat bersih segar dan mengkilat.

GAGAL SHEDING

clip_image001Proses sheding ini membutuhkan kelembaban yang cukup agar dapat selesai dengan tuntas dan sempurna. Apabila pada saat sheding ular kita tidak mendapat cukup kelembaban di lingkungan/kandangnya, maka akan sangat mungkin dapat terjadi gagal sheding, atau pergantian kulit yang tidak sempurna. Biasanya akan terlihat lapisan kulit lamanya tidak sepenuhnya mengelupas tuntas, dan masih ada sisa-sisa yang tertinggal/menempel di badannya.

Pencegahan

Untuk mencegah ular peliharaan kita gagal sheding, maka harus kita sediakan kelembaban yang cukup di kandangnya, terlebih apabila tiba masanya bagi ular kita untuk melakukan proses pergantian kulit.

Untuk itu kita bisa menyediakan humidity box atau ruang kelembaban (baca post sebelumnya tentang ruang kelembaban) di kandangnya. Atau dapat juga diganti dengan menyediakan tempat air yang cukup untuk berendam di dalam kandangnya. Ular anda akan berendam dengan sendirinya untuk memperoleh kelembabab yang cukup untuk mempermudah dan memperlancar proses ganti kulitnya.

Akan tetapi bagaimana halnya dengan ular-ular berukuran besar yang tentu akan merepotkan kalau kita harus menempatkan humidity box atau tempat air yang cukup besar untuk berendam di dalam kandangnya? Mudah saja.. anda dapat menggantinya dengan merendam ular anda di dalam tempat tersendiri di luar kandang secara berkala (1-2 kali dalam seminggu) selama 10-30 menit (disesuaikan dengan jenis ularnya, suka berendam atau tidak). Terlebih bila sudah hampir tiba masanya bagi ular anda untuk melepas lapisan kulit lamanya (ditandai dengan mata yang sudah tidak berkabut, dan kulit sudah mulai cerah kembali).

Apabila ular anda sudah terlanjur gagal sheding karena tidak cukup mendapatkan kelembaban, dapat dilakukan tips-tips berikut ini:

1. Rendam ular anda beberapa saat (10-30 menit, disesuaikan jenis ularnya) di dalam air yang ketinggiannya cukup sebatas atas punggung ularnya saja. Pemakaian air yang agak hangat akan lebih membantu.

2. Setelah itu, masih dalam posisi ular berendam di dalam air, silakan coba membantu menarik sisa-sisa kulit lamanya yg belum terkelupas sempurna/masih menempel di badan ular.

3. Lakukan dengan sangat hati-hati, biasanya kulit lama akan terkelupas dengan mudah. Akan tetapi bila kulit lamanya terasa sulit terkelupas, segera hentikan cara ini, dan biarkan saja ular anda seperti biasa sampai tiba lagi masa sheding yang berikutnya, serta sediakan kelembaban yang cukup bagi ular anda agar tidak terjadi lagi gagal sheding di proses sheding yang berikutnya.

4. Apabila kelembaban sudah cukup terpenuhi, maka ular anda akan berganti kulit dengan mudah, lancar, dan tuntas sempurna.

Boleh jadi karena mereka berpuasa seperti seekor ular. Tahukah anda bagaiamana puasa seekor ular? Ular juga berpuasa, dan tidak hanya ulat atau ular bahkan di banyak binatang di dunia ini juga berpuasa dengan cara yang berlainan satu sama lain.
Ular berpuasa pada saat ia dalam proses pergantian kulit. Seperti yang kita ketahui seekor ular jika makan mangsanya maka ia akan menelan bulat-bulat mangsanya tersebut meski mangsanya lebih besar dari mulut dan tubuhnya. Elastisitas tubuh dan kulitnya ini memampukan seekor ular melakukan hal demikian. Tetapi tidak pada saat ia sedang dalam proses pergantian kulit.
clip_image001[1]
Ia tidak akan memangsa seekor tikus yang berlalu di depan matanya karena ular tahu jika ia memangsanya pada saat proses pergantian kulit belum selesai maka sama saja membunuh diri sendiri. Kulit yang baru akan rusak sementara kulit yang lama sudah “kadaluwarsa” jika ia tetap mencaoba memangsa tikus tersebut.
Maka dengan segala kesabarannya ular tersebut berpuasa dan membiarkan tikus tadi berlalu begitu saja meski ia dalam proses yang berat dan membutuhkan energi yang besar dalam pergantian kulit. Tetapi tahukah Anda apa yangterjadi ketika proses pergantian kulit tadi telah selesai?
Ular tersebut menjadi sangat buas dan ia mencari ke sana –sini tikus tadi. Rasa lapar, kehilangan energi dan rasa “gemas” karena seekor mangsa yang lezat berlalu begitu saja membuat ular tadi begitu “beringas” dari sebelumnya.
Jika kita manusia berpuasa seperti puasanya ular ini maka selepas Ramadhan kita menjelma menjadi manusia-manusia yang tidak hanya makan nasi dan lauk-pauk yang lezat tetapi juga “makan” gelondongan kayu, minyak, batu bara, dan jabatan.
Ular mampu menelan bulat-bulat mangsanya meski mulut dan perutnya lebih lecil dari pada mangsanya. Demikian pula manusia. Ia juga “buas” mampu “menelan” bulat-bulat korupsi “makan” uang, harta dan jabatan yang semuanya secara jasmani tidak mungkin ditelan oleh mulut dan perutnya.
Jika seekor ulat yang lemah mampu berpuasa dan berubah menjadi seekor kupu-kupu yang indah adalah tidak pantas kita yang kuat mampu mengakat benda 1 kg tidak berpuasa. Jika kita tidak berpuasa maka kita lebih rendah derajat kita dari seekor binatang: ulat.
Tetapi jika kita berpuasa dan tidak merubah diri kita lebih baik dan berpuasa seperti seekor ular maka sama saja kita berpuasa dan memakai baju baru pada hari Idul Fitri tetapi sifat "buas" masih tersimpan dalam diri kita. Kita tidak jauh beda dari seekor ular.

clip_image003

Regenerasi Ekor Kadal dan Aplikasinya dalam Bidang Biomedik

Berbeda dengan gerak defensif yang dilakukan ular, kadal mempunyai cara perlindungan diri sangat unik, yaitu dengan melakukan autotomi ekor. Autotomi ekor adalah peristiwa putus dan lepasnya sebagian atau seluruh bagian ekor secara spontan apabila hewan tersebut dikejar atau ditangkap ekornya.
Bagian ekor yang terlepas akan bergerak meliuk-liuk beberapa saat sehingga menarik perhatian predator. Dalam keadaan predator terpesona atas gerakan ekor tersebut, kesempatan digunakan oleh pemilik ekor untuk menyelamatkan diri. Cara perlindungan diri anggota Lacertilia yang lain, misalnya cicak dan tokek, serupa dengan kadal. Mekanisme perlindungan diri dengan cara autotomi ekor ini tidak terjadi pada hewan-hewan yang ekornya berfungsi khusus, misalnya untuk berenang, berpegangan pada ranting atau dahan, dan keseimbangan.
"Cleret gombel (Draco volans) dan bunglon (Calotes cristatelus), misalnya, walaupun memiliki ekor cukup panjang, tetapi mekanisme perlindungan dirinya tidak dilakukan dengan autotomi ekor," papar Prof Dr Nyoman Puniawati Soesilo, SU, Kamis (7/5), di Balai Senat UGM.
Pernyataan tersebut disampaikan perempuan kelahiran Denpasar, Bali, 21 Januari 1942 ini saat dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Biologi UGM. Kepala Laboratorium Anatomi Hewan, Fakultas Biologi UGM, periode 1992-2001 ini menyampaikan pidato berjudul "Regenerasi Ekor Kadal (Eutropis multifasciata kuhl) dan Prospek Aplikasinya".
Baik bunglon maupun cleret gombel, kata Nyoman Puniawati, tidak memiliki struktur ekor khusus guna melakukan autotomi. Bunglon melakukan melakukan kamuflase, yakni dengan mengubah warna kulit menjadi sama dengan warna tempatnya berada. Perlindungan diri tersebut ditambah dengan kemampuannya berpindah dari satu dahan ke dahan lain tanpa jatuh.
Ekor bunglon yang tidak dapat mengalami autotomi, menurut Nyoman Puniawati sangat mendukung fungsi ekor sebagai alat untuk berpegangan pada dahan dan ranting. Dengan tidak adanya kemampuan autotomi ekor, fungsi ekor bunglon sebagai alat keseimbangan pada saat hewan itu berpindah dari satu dahan ke dahan lain dapat dilakukan dengan baik.
"Pada cicak, kadal, dan tokek, setelah mengalami autotomi akan diikuti proses regenerasi sehingga tumbuh ekor baru dengan ukuran dan bentuk yang hampir sama dengan ekor aslinya," tutur Nyoman Puniawati yang menjalani purnatugas sejak tahun 2007 lalu.
Ditambahkannya, yang menarik dari proses regenerasi adalah walaupun luka belum sembuh sempurna, empat hari setelah autotomi di bagian depan permukaan luka telah terjadi pertumbuhan sel ependima yang melapisi canalis centralis medulla spinalis. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebelum terbentuk blastema, medulla spinalis sudah mulai tumbuh dalam bentuk tabung ependima.
Nyoman menuturkan peran medulla spinalis dalam regenerasi ekor didasarkan atas kemampuan medulla spinalis fase penyembuhan luka dan diferensiasi awal dalam memicu angiogenesis. Medulla spinalis pada fase-fase regenerasi tersebut diduga memiliki substansi yang berperan sebagai faktor pemicu angiogenik (angiogenic promoting factor). Beberapa zat aktif yang diduga terlibat regenerasi, misalnya growth factor yang spesifik, antara lain, angiogenic promoting factor yang masih perlu diungkap perannya.
"Dengan dideteksi, isolasi, karakterisasi, dan dimanipulasi fungsinya, zat aktif tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam biomedik, misalnya untuk mempercepat kesembuhan luka atau pembentukan jaringan baru yang serasi," jelas Pengelola Program S2 Program Studi Biologi UGM periode 1998-2000 ini.
Apakah peran medulla spinalis ekor kadal dalam memicu angiogenesis dan menginduksi penyembuhan luka juga berlaku pada mamalia termasuk manusia? Di akhir pidato, Nyoman mengatakan hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para ahli biologi. "Pada akhirnya, penelitian anatomi bukan hanya penelitian dasar yang mendukung penelitian terapan, melainkan dapat dikembangkan menjadi penelitian multidisipliner, bahkan hingga bidang terapan dan molekular," ujar ibu tiga anak dan nenek dua cucu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar