Kamis, 17 November 2011

INSTRUMEN PENELITIAN

 

 

     Instrumen merupakan salah satu penentu keberhasilan penelitian. Instrumen berfungsi sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Bentuk instrumen berkaitan dengan metode pengumpulan data, misal metode wawancara yang instrumennya pedoman wawancara. Metode angket atau kuesioner, instrumennya berupa angket atau kuesioner. Metode tes, instrumennya adalah soal tes, tetapi metode observasi, instrumennya bernama chek-list.

     Menyusun instrumen pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi, karena mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang diteliti, dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Dalam hal ini terdapat dua macam alat evaluasi yang dapat dikembangkan menjadi instrumen penelitian, yaitu tes dan non-tes.

 

A. Bentuk-bentuk Instrumen

1.    Tes

     Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian. Lembar instrumen berupa tes ini berisi soal-soal tes yang terdiri atas butir-butir soal. Setiap butir soal mewakili satu jenis variabel yang diukur.

     Berdasarkan sasaran dan objek yang diteliti, terdapat beberapa macam tes, yaitu: a) tes kepribadian atau personality test, digunakan untuk mengungkap kepribadian seseorang yang menyangkut konsep pribadi, kreativitas, disiplin, kemampuan, bakat khusus, dan sebagainya, b) tes bakat atau aptitude test, tes ini digunakan untuk mengetahui bakat seseorang, c) tes inteligensi atau intelligence test, dilakukan untuk memperkirakan tingkat intelektual seseorang, d) tes sikap atau attitude test, digunakan untuk mengukur berbagai sikap orang dalam menghadapi suatu kondisi, e) tes minat atau measures of interest, ditujukan untuk menggali minat seseorang terhadap sesuatu, f) tes prestasi atau achievement test, digunakan untuk mengetahui pencapaian seseorang setelah ia mempelajari sesuatu.

           

2.    Angket atau Kuesioner

     Angket atau Kuesioner adalah metode pengumpulan data, instrumennya disebut sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat berupa sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa yang ia alami dan ketahuinya.

     Bentuk kuesioner yang dibuat sebagai instrumen sangat beragam, seperti:

a)         kuesioner terbuka, responden bebas menjawab dengan kalimatnya sendiri, bentuknya sama dengan kuesioner isian.

b)        kuesioner tertutup, responden tinggal memilih jawaban yang telah disediakan, bentuknya sama dengan kuesioner pilihan ganda

c)         kuesioner langsung, responden menjawab pertanyaan seputar dirinya

d)        kuesioner tidak langsung, responden menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan orang lain

e)         check list, yaitu daftar isian yang bersifat tertutup, responden tinggal membubuhkan tanda check pada kolom jawaban yang tersedia

f)         skala bertingkat, jawaban responden dilengkapi dengan pernyataan bertingkat, biasanya menunjukkan skala sikap yang mencakup rentang dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju terhadap pernyataannya.

     Setelah bentuk kuesioner ditetapkan, langkah selanjutnya adalah membuat pertanyaan dengan mempertimbangkan jumlah pertanyaan agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, yang penting disesuaikan dengan indikator yang ditetapkan. Kemudian tidak menanyakan hal yang tidak perlu semisal nomor telp responden yang jelas tidak akan di oleh dalam penelitian.

     Dalam menata tampilan pada lembar kuesioner, perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan, kemudahan mengisi, dan kemudahan memeriksa jawaban. Oleh karena itu diperlukan kreativitas untuk membuat tampilan kuesioner menjadi enak dibaca, seperti penggunaan garis-garis dan kotak pada hal-hal yang dianggap penting, penggunaan warna-warna dan hiasan, serta meletakkan kelompok pertanyaan tentang identitas pengisi, pengantar, dan pertanyaan inti pada tempat yang berbeda.

 

3.     Interviu

     Suatu bentuk dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer) dinamakan interviu. Instrumennya dinamakan pedoman wawancara atau inter view guide. Dalam pelaksanaannya, interviu dapat dilakukan secara bebas artinya pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada terwawancara tanpa harus membawa lembar pedomannya. Syarat interviu seperti ini adalah pewawancara harus tetap mengingat data yang harus terkumpul.

     Lain halnya dengan interviu yang bersifat terpimpin, si pewawancara berpedoman pada pertanyaan lengkap dan terperinci, layaknya sebuah kuesioner. Selain itu ada juga interviu yang bebas terpimpin, dimana pewawancara bebas melakukan interviu dengan hanya menggunakan pedoman yang memuat garis besarnya saja.

     Kekuatan interviu terletak pada keterampilan seorang interviewer dalam melakukan tugasnya, ia harus membuat suasana yang tenang, nyaman, dan bersahabat agar sumber data dapat memberikan informasi yang jujur. Si interviewer harus dibuat terpancing untuk mengeluarkan informasi yang akurat tanpa merasa diminta secara paksa, ibaratnya informasi keluar seperti air mengalir dengan derasnya.

 

4.     Observasi

Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk mendapatkan data. Jadi observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan. Instrumen yang digunakan dalam observasi dapat berupa pedoman pengamatan, tes, kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara.

Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan, biasa digunakan dalam observasi sitematis dimana si pelaku observasi bekerja sesuai dengan pedoman yang telah dibuat. Pedoman tersebut berisi daftar jenis kegiatan yang kemungkinan terjadi atau kegiatan yang akan diamati. Sebagai contoh, observasi yang dilakukan di sebuah sekolah, objek yang akan diamati ditulis dalam pedoman tersebut secara berurutan dalam sebuah kolom yang akan di tally, isi daftarnya adalah berbagai peristiwa yang mungkin terjadi di sekolah tersebut seperti: kepala sekolah memberi pengarahan kepada guru-guru, guru piket mengisi materi pada kelas yang pengajarnya berhalangan hadir, petugas administrasi mengisi buku induk siswa, penjaga sekolah memelihara peralatan kebersihan sekolah, murid-murid berseragam rapih, dan sebagainya. Bekerja dengan pedoman pengamatan seperti ini dinamakan sistem tanda (sign system), data yang didapatkan berupa gambaran singkat (snapshot) mengenai situasi warga sekolah dalam suatu hari tertentu.

Ada lagi satu bentuk instrumen observasi yang dinamakan category system, yaitu sistem pengamatan yang membatasi pada sejumlah variabel. Hal yang diamati terbatas pada kejadian-kejadian yang termasuk dalam kategori variabel, di luar itu, setiap kejadian yang berlangsung tidak diamati atau diabaikan saja. Contoh, pengamatan terhadap kinerja kepala sekolah, maka kejadian yang diamati dan ditally adalah kepala sekolah datang ke sekolah tepat waktu, kepala sekolah mengamati proses belajar mengajar, kepala sekolah membuat rancangan program peningkatan kualitas guru dan murid, dan sebagainya. Hasil pengamatan menyimpulkan bahwa kepala sekolah tersebut memiliki kinerja yang baik atau buruk.

Selain bentuk instrumen berupa pedoman pengamatan, terdapat juga instrumen observasi dalam bentuk tes yang digunakan untuk mengamati aspek kejiwaan. Kemudian bentuk kuesioner yang diberikan kepada responden untuk mengamati aspek-aspek yang ingin diselidiki, dan rekaman gambar serta rekaman suara yang digunakan sebagai penyimpan sumber data, dimana sumber data dapat diamati lebih lama bahkan berulang-ulang sesuai kebutuhan.

 

5.    Skala Bertingkat atau Rating Scale

Bentuk instrumen dengan skala bertingkat lebih memudahkan peneliti untuk mengetahui pendapat responden lebih mendalam tentang variabel yang diteliti. Rating atau skala bertingkat adalah suatu ukuran subjektif yang dibuat berskala. Yang harus diperhatikan dalam pembuatan rating scale adalah kehati-hatian dalam membuat skala, agar pernyataan yang diskalakan mudah diinterpretasi dan responden dapat memberikan jawaban secara jujur.

Untuk mengantisipasi ketidakjujuran jawaban dari responden, maka perlu diwaspadai beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut Bergman dan Siegel dalam Suharsimi (2002) faktor yang berpengaruh terhadap ketidakjujuran jawaban responden adalah a) persahabatan, (b) kecepatan menerka, (c) cepat memutuskan, (d) jawaban kesan pertama, (e) penampilan instrumen, (f) prasangka, (g) halo effects, (h) kesalahan pengambilan rata-rata, dan (i) kemurahan hati.

 

6.   Dokumentasi

Bentuk instrumen dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check-list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Perbedaan antara kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang diteliti. Pada pedoman dokumentasi, peneliti cukup menuliskan tanda centang dalam kolom gejala, sedangkan pada check-list, peneliti memberikan tally pada setiap pemunculan gejala.

Instrumen dokumentasi dikembangkan untuk penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis isi. Selain itu digunakan juga dalam penelitian untuk mencari bukti-bukti sejarah, landasan hhukum, dan peraturan-peraturan yang pernah berlaku. Subjek penelitiannya dapat berupa buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, bahkan benda-benda bersejarah seperti prasasti dan artefak.

 

B.  Validasi Instrumen

Suatu instrumen penelitian dikatakan baik apabila memenuhi syarat valid dan reliabel. Instrumen yang valid/sahih adalah instrumen yang mampu mengukur apa yang diinginkan oleh peneliti dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Instrumen yang tidak valid tidak akan mendapatkan data yang benar sehingga kesimpulan penelitian tidak sesuai dengan kenyataan, sebaliknya apabila instrumen memiliki tingkat validitas yang tinggi maka akan didapat data yang benar dan kesimpulan penelitian sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu sebelum instrumen digunakan, perlu dilakukan validasi  instrumen agar instrumen yang digunakan valid atau tepat mengukur apa yang harus diukurnya.

 

1.        Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Langkah yang harus dilakukan agar instrumen memiliki validitas yang tinggi adalah dengan cara uji coba instrumen. Teknik yang digunakan untuk uji validitas instrumen terdiri atas dua macam, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. Validitas eksternal bersandar pada standar pengukuran yang berada di luar instrumen. Contoh, untuk mengukur validitas tes kemampuan guru dalam mengajar, caranya adalah mencobakan tes tersebut kepada guru, hasil yang diperoleh kemudian di korelasikan dengan nilai kemampuan mengajar yang diperoleh guru tersebut dari tim penilai sertifikasi profesi guru. Rumus korelasi yang dapat digunakan adalah rumus korelasi product moment dari Pearson sebagai berikut (Suharsimi, 2002):

Rumus 1 : dengan nilai simpangan

 

clip_image002

clip_image004

clip_image006

Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu: (1) ada tidaknya korelasi, (2) arah korelasi, dan (3) besarnya korelasi.

1.         Ada tidaknya korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat di belakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, misalnya 0,0002, maka dapat dianggap bahwa antara variabel X dengan variabel Y, diabaikan. Contoh, diperoleh indeks r = - 0,875 berarti ada korelasi karena angka di belakang koma cukup besar yaitu tidak diselingi dengan angka nol.

2.         Arah korelasi, yaitu arah yang menunjukkan kesejajaran antara nilai variabel X dengan nilai variabel Y. Arah dan korelasi ini ditunjukkan oleh tanda hitung yang ada di depan indeks. Jika tandanya plus (+), maka arah korelasinya positif, sedang kaläu minus (—) maka arah kore1asinya negatif. Dari contoh point 1 di atas menunjukkan arah korelasi negatif karena tanda di depan angka adalah minus (-)

3.         Besarnya korelasi, yaitu besarnya angka yang menunjukkan kuat dan tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang diukur korelasinya. Dalam ha! menentukan besamya korelasi ini peneliti tidak perlu memperhatikan tanda hitung yang terdapat di depan indeks, cukup dengan melihat besaran angka hasil perhitungan. Apabila besaran angka mendekati 1,000 maka indeks korelasinya besar. Oleh karena itu tanda positif dan negatif tidak dapat diartikan sebagai besaran dalam garis bilangan.

Validitas lain yang dapat menunjukkan bahwa sebuah instrumen itu valid adalah validitas internal. Cirinya adalah setiap bagian instrumen mendukung maksud dari instrumen secara keseluruhan sehingga data dari variabel yang dimaksud dapat terungkap, artinya instrumen memiliki validitas internal apabila terdapat kesesuaian antara butir-butir soal tes atau butir angket dengan keseluruhan instrumen. Untuk menguji validitas internal, diketahui ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu validitas butir dan validitas faktor.

Validitas butir dicirikan oleh tidak adanya penyimpangan dari butir-butir instrumen terhadap fungsi instrumen itu sendiri. Penyimpangan yang terjadi biasanya disebabkan oleh kesalahan berupa memasukkan butir yang sebenarnya bukan indikator dari variabel yang diteliti, dan membuat pertanyaan yang jawabannya tidak bervariasi. Pengujian validitas butir dilakukan dengan cara analisis butir (anabut) dan validitas faktor dilakukan dengan cara analisis faktor (anafak).

Untuk menguji validitas setiap butir, skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir maka dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya. Demikian juga dengan analisis faktor, skor-skor faktor dikorelasikan dengan skor total setelah setiap faktor dikelompokkan dengan faktor sejenisnya.

 

2.    Reliabilitas

Instrumen dikatakan  reliabeli apabila  instrumen tersebut konsisten atau ajeg dalam hasil ukurnya sehingga dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel tidak bersifat tendensius yang mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali diambil, hasilnya akan tetap sama. Datanya ajeg karena instrumennya dapat dipercaya. Reliabilitas juga menunjuk pada suatu tingkat keterandalan sesuatu.

Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Reliabilitas eksternal yaitu reliabilitas instrumen yang diuji dengan teknik paralel dan teknik ulang. Teknik pertama yakni teknik paralel, peneliti harus menyusun dua stel instrumen. Kedua instrumen tersebut sama-sama diujicobakan kepada sekelompok responden saja (responden mengerjakan dua kali) kemudian hasil dan dua kali tes uji coba tersebut dikorelasikan, dengan teknik korelasi product-moment atau korelasi pearson. Data uji pertama dianggap X sedangkan data uji kedua dianggap Y. Tinggi rendahnya indeks korelasi inilah yang menentukan tinggi rendahnya reliabilitas instrumen. Sedangkan teknik ulang adalah menguji pada sekelompok responden dengan hanya satu test. Data dari dua hasil uji coba tersebut dikorelasikan seperti pada teknik paralel. Adapun reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan saja.

Berbagai teknik mencari reliabilitas yang akan diuraikan di atas dapat dengan rumus Spearman-Brown, rumus Flanagan, dan lain-lain. Di bawah ini akan dijelaskan satu rumus saja yaitu dari Spearman-Brown dengan pertimbangan rumus tersebut cukup sederhana.

Dalam menghitung reliabilitas peneliti harus melalui langkah yaitu membuat tabel analisis butir soal atau butir pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian soal. Ada dua cara membelah yaitu belah ganjil-genap dan belah awal-akhir. Oleh karena inilah maka teknik Spearman Brown dalam mencari reliabilitas mi juga disebut teknik belah dua.

Dengan teknik belah dua ganiji-genap peneliti mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan kelompok skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Langkah selanjutnya antara skor butir bernomor ganjil dikorelasikan dengan belahan skor bernomer genap. Rumus Spearman-Brown adalah sebagai berikut:

clip_image008

Dimana:

r11        = reliabilitas instrumen

r ½½        = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belah instrumen

Contoh perhitungan misalnya rxy dua belahan instrumen adalah 0,576

             2 x 0,576

r11        = ----------------- = 0,7309 dibulatkan 0,731

             (1 + 0,576)

Contoh perhitungan Spearman-Brown misalnya sebagai berikut:

Diperoleh data skor nilai uji coba instrumen sebagai berikut:

clip_image010

Dari data di atas diperoleh jumlah skor ganjil dan genap sebagai berikut:

∑ X         = 132

∑ X2        = 898

∑ Y         = 138

∑ Y2        = 992

∑ XY      =

 

clip_image012

 

rxy =

 

r11 =

 

 

 

 

 
clip_image014

     Setelah memperoleh angka reliabilitas, langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan harga tersebut dengan tabel r product moment yang ada pada lampiran. Dari tabel diketahui bahwa dengan N = 10, harga rt(5%) = 0,632, dan rt(1%) = 0,765. Dengan begitu maka instrumen tersebut ......... reliabel karena harga rxy hanya ......... Jadi lebih dari harga rt. Harga rxy ................ berapapun besarnya menunjukkan bahwa instrumen yang bersangkutan tidak relaibel

     Bagaimana mencari tingkat reliabilitas pengamatan (observasi). Metode pengamatan memang sangat “rawan” dalam arti tingkat kemantapannya paling rendah. Jika peneliti menggunakan angket yang diisi oleh responden, jawabannya masih dapat disimpan oleh peneliti dan dapat dilihat lagi sewaktu-waktu. Apabila ada satu atau beberapa jawaban yang diragukan, peneliti dapat mendatangi responden lagi untuk memperoleh kejelasan. Demikian pula dengan wawancara, pendapat responden yang masih diraguhakn dapat diwawancara kembali.

     Metode pengamatan atau observasi dilakukan oleh pengamat dengan sasaran benda diam atau proses. Untuk sasaran benda diam, data dapat diambil lagi sewaktu-waktu apabila ada keraguan pada diri peneliti. Sebaliknya, apabila sasarannya suatu proses, pengulangan pengamatan hampir tidák mungkin dilakukan kecuali peneliti mempunyai rekaman video atau film yang dapat menunjukkan proses yang diamati.

     Dengan alasan-alasan tersebut maka sebaiknya sebelum melakukan pengamatan, para observer atau pengumpul data perlu dilatih terlebih dahulu untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat. Sangat disarankan di dalam latihan pengamatan digunakan rekaman video. Namun apabila tidak ada, hasil pengamatan yang diperoleh dapat lebih baik setelah dilakukan latihan beberapa kali, dan perbedaan hasil pengamatan sudah sama atau hanya berbeda sedikit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar